Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Nilai Budaya dalam Cerita Pendek yang Dimuat dalam Lampor: Buku Kumpulan Cerpen Kompas 1994

Part 2

Nilai Budaya:

Pengertian dan Jenis Nilai Budaya



 2.4 Nilai Budaya

2.4.1 Pengertian Nilai Budaya

     Istilah nilai budaya terbentuk dari dua kata, yakni nilai dan budaya. Nilai berarti harga, mutu, sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan (Poerwadarminta, 1991:615). Selain itu konsep nilai dalam etika terrutama mengenai nilai-nilai rohan, yitu yang baik, yang benar, dan yang indah (Shadily, 1990:749). Nilai adalah hakikat suatu hal, yang menyebabkan hak itu pantas dikejar oleh manusia (Drijarkara dalam Suwondo dkk., 1994:3).

     Sementara itu budaya merupakan keseluruhan warisan social yang dapat dipandang sebagai hasil karya yang tersusun menurut tata  tertib yang teratur, biasanya terdiri dari kebendaan, kemahiran teknik, pikiran dan gagasan, kebiasaan dan nilai-nilai tertentu, organisasi social tertentu, dan sebagainya (Shadily, 1990:181). Menurut Poerwadarminta (1991;615) dan Moeliono (1989:130) arti kata budaya adalah pikiran atau akal budi. Selain itu, budaya merupakan perkembangan dari kata majemuk budi-daya, yang berarti daya dari budi (Widagdho, 1993:18). Dari beberapa pendapat tentang pengertian nilai dan budaya di atas dapat disimpulkan bahwa nilai budaya merupakan sesuatu atau sifat-sifat (hal-hal) yang bernilai, pikiran dan akal budi yang bernilai, yang berguna begi kemanusiaan. Sesuatu, hal-hal, pikiran dan akal budi yang bernilai tersebut mengarah kepada kebaikan. Bagi menusia, nilai-nilai budaya semacam ini pantas diperoleh bahkan dikejar. Ketawakalan dan ketakwaan kepada Allah, ketekunan dan ketabahan, misalnya, merupakan sesuatu yang bernilai dan patut dimiliki, diraih atau dikejar oleh manusia. Ketawakalan dan ketakwaan kepada Allah menjadikan manusia mulia dan beruntung di akhirat kelak (lihat Al-Quran dan terjemahannya, antara lain surat Ali Imran terutama ayat 130, 133,179, dan 200; juga surat Al-Mursalat ayat 41—43, dan Surat An-Naba ayat 31 s.d. 36, sedangkan ketekunan dan ketabahan sangat mendukung manusia dalam meraih kesuksesan hidup di dunia.

 

2.4.2 Nilai Budaya dalam Masyarakat

     Nilai budaya sudah meresapi jiwa individu sejak individu itu memulai proses sosialisasinya, bahkan system nilai budaya itu ikut membentuk sikap dan tingkah lakunya. Kenyataannya individu sulit melepaskan diri dari lingkungan masyarakat yang memiliki aturan bertingkah laku yang disebut adat. Menurut Koentjaraningrat (1987:25) nilai budaya

… merupakan tingkat yang paling abstrak dari adat. Suatu system nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi, yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Karena itu, suatu system nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pdoman tertinggi bagi kelakuan manusia.

 

Nilai budaya termasuk unsur kebudayaan idiil yang memiliki ruang lingkup yang luas.

     Nilai budaya timbul dalam beragam hubungan manusia dalam kehidupannya di masyarakat. Djamaris (1993:2—3) mengelompokkan nilai budaya itu k dalam lima kategori hubungan manusia, yakni: (1) hubungan manusia dengan Tuhan, (2) hubungan manusia dengan alam, (3) hubungan manusia dengan masyarakat, (4) hubungan manusia dengan manusia lain, (5) hubungan manusia dengan diri sendiri.

 

2.4.2.1 Nilai Budaya dalam Hubungan Manusia dengan Tuhan

     Perwujudan hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, Mahasuci, Mahakuasa, merupakan hubungan yang paling mendasar dalam hakikat keberadaan manusia di dunia ini. Cinta manusia kepada Tuhan adalah hal yang mutlak dan tidak dapat ditawar lagi (Djamaris, 1993:4). Menusia selalu tergantung kepada penciptanya, yakni Tuhan, dan takut dihancurkan. Ketergantungan semacam ini menuntut manusia bertingkah laku baik dan selalu mencintai Tuhan supaya tetap dicintai Tuhan.

     Tingkah laku yang dianggap bernilai dalam hubungan manusia dengan tuhan ini sebetulnya merupakan usaha manusia untuk mengendalikan diri supaya dapat bersatu dengan penciptanya. Tingkah laku tersebut berupa pikiran dan cara hidup yang dipengaruhi, dibentuk, dan ditentukan oleh penghayatan manusia akan Tuhan Yang Maha Suci, Yang Mahakuasa. Ketakwaan, suka berdoa, dan berserah diri kepada Tuhan (tawakal) misalnya, merupakan tingkah laku yang bernilai.

 

2.4.2.2 Nilai Budaya dalam Hubungan Manusia dengan Alam

     Jelas sekali bahwa antara alam dan manusia ada hubungan yang sangat erat bahkan tidak dapat dipisahkan. Alam dan manusia merupakan satu kesatuan. Alam dapat mempengaruhi manusia dan sebaliknya.

     Alam sebagai lingkungan hidup mempengaruhi, mewarnai, dan membentuk pola piker manusia. Sikap dan perlakuan manusia terhadap alam merupakan reaksi dan perwujudan pola piker manusia itu. Menurut Koentjaraningrat (1984:29) ada kebudayaan yang memandang alam sebagai sesuatu yang dahsyat sehingga manusia pada hakikatnya menyerah saja, tak berusaha melawannya. Ada pula kebudayaan yang memandanga  alam sebagai sesuatu hal yang harus dilawan oleh manusia sehingga manusia wajib menakhlukkan alam. Selain itu ada juga kebudayaan yang menganggap manusia hanya dapat mencari keselarasan dengan alam.

     Nilai budaya yang menonjol dalam hubungan manusia dengan alam adalah nilai-nilai penyatuan dan pemanfaatan sumberdaya alam.

 

2.4.2.3 Nilai Budaya dalam Hubungan Manusia dengan Masyarakat

Manusia makhluk social. Hakikatnya, menusia menyukai hidup berkelompok, bergolongan. Setidaknya manusia cenderung mencari teman untuk hidup bersama daripada menyendiri. Antaranggota tersebut terjadi komunikasi, keterikatan, bahkan saling mempengaruhi. Kelompok masyarakat yang demikian ini lazim disebut masyarakat (Djamaris, 1993:4).

Sangat sulit mewujudkan kehidupan yang stabil, kokoh, dan harmonis dalam masyarakat yang terdiri atas anggota masyarakat (individu) yang memiliki karakter berbeda. Peraturan-peraturan dan adat kebiasaan di tempat mereka hidup sangat diperlukan untuk itu. Manusia (individu) tunduk pada peraturan, adat, dan kebiasaan tersebut sehingga tercipta rasa aman dalam persatuan dan kebersamaan.

Pada masyarakat lama kehidupan mengikat dan integrative semacam ini sangat terasa )lihat Djamaris, 1993:5). Segala masalah yang muncul dalam masyarakat itu menjadi masalah bersama dan harus diselesaikan bersama pula. Manusia sebagai individu dalam masyarakat tidak tampak peranannya, yang jelas nampak keluar justru kebersamaannya.

Dalam masyarakat yang lebih maju, yang lebih modern, kehidupan yang mengikat atau integrative sudah mengalami perkembangan. Kebersamaan dan kepentingan bersama diutamakan, peraturan-peraturan dan perundang-undangan tetap harus dipatuhi oleh setiap individu (anggota masyarakat) demi tercapainya rasa aman dan persatuan, tetapi, peranan individu dalam masyarakat memperoleh pengakuan untuk muncul ke permukaan. Jadi, kepentingan bersama diletakkan di atas kepentingan pribadi sedemikian rupa sehingga selaras.  Ada kepentingan besama dan individu. Ada masalah bersama yang harus diselesaikan bersama da nada masalah pribadi yang harus diselesaikan sendiri oleh masing-masing pribadi atau dengan bantuan orang lain. Masyarakat adil dan makmur, misalnya, merupakan kepentingan dan cita-cita bersama, tetapi memilih profesi sebagai guru, penulis, atau bertani merupakan hak individu.

Nilai budaya yang menonjol dalam hubungan manusia dengan masyarakat, antara lain, gotong-royong, cinta tanah air, musyawarah, kepatuhan kepada adat atau peraturan, dan keadilan.

 

2.4.2.9 Nilai Budaya dalam Hubungan Manusia dengan Diri Sendiri

 

Manusia memiliki keinginan untuk meraih kepuasan dan ketenangan hidup baik secara lahiriah maupun batiniah. Keinginan tersebut, antara lain, keberhasilan, kemuliaan, kebahagiaan, ketenteraman, kedamaian, kemerdekaan dan keselamatan. Keinginan-keinginan semacam itu hanya dapat diraih apabila manusia memiliki hasrat dan cita-cita yang diikuti usaha untuk meraihnya. Keinginan itu menurut Rusyana )dalam Djamaris, 1993:6) hendaknya disertai sifat-sifat pribadi, sperti cerdas, berani, jujur, waspada, rendah hati, teguh pendirian, serta senantiasa memahami dan memperhatikan orang lain. Selain itu sifat-sifat pribadi manusia akan lebih sempurna bila dilengkapti sifat cermat, rajin, tekun, dan bersemangat. Hal-hal tersebut sangat bernilai.

 



Post a Comment for "Nilai Budaya dalam Cerita Pendek yang Dimuat dalam Lampor: Buku Kumpulan Cerpen Kompas 1994"