Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Nilai Keimanan dalam cerita Pendek Dari Paris

      Pak Kasim sudah tua, sudah berumur hampir delapan puluh tahun tetapi dia masih berusaha untuk datang ke masjid, berusaha melaksanakan ibadah dengan sebaik-baiknya. Ia juga tidak lupa mensyukuri apa saja yang dimilikinya. Ia merasa beruntung masih dapat melihat, berpikir dan berperasaan, sehingga dapat menulis surat untuk Alwi, anak lelakinya satu-satunya. Semua itu dilaandasi kenyaakinannnya terhadap Tuhan yang menguasai hidupnya. Sebagai manusia tugasnya bukan hanya mengejar harta benda dan kesenangan dunia melainkan juga melaksanakan perintah Tuhan dan meninggalkan semua larangan Tuhan. Demi kepercayaannya itu Pak Kasim tak menjadikan kondisi fisiknya yang sudah agak lemah itu sebagai alasan untuk melalaikan kewajibannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Hal tersebut sesuai dengan kutipan berikut.


SOAL pendengaran itu amat menakutkannya. Untuk dia masih dapat melihat, berpikir, dan beribadat dengan baik. Dan yang penting masih bisa berperasaan. Artinya, ia masih bisa mencurahkan perasaannya sewaktu menulis surat kepada anak laki-lakinya, Alwi (Dari Paris: 23)



Bagi Pak Kasim dan warga kampungnya, masjid merupakan tempat yang baik dan sangat mulia. Rumah ibadah pemeluk agama Islam itu bukan hanya sarana untuk menunaikan ibadah salat melainkan juga tempat mengaji dan dan mendiskusikan masalah-masalah keagamaan. Masjid merupakan sarana bersosialisasi dan membina hubungan silaturahmi antara sesama warga dan sesama hamba Tuhan. Perhatikan kutipan berikut. "... sebagai warga kampung, satu-satunya ajam bersosialisasi adalah warung kopi itu selain masjid (Dari Paris:27)

Post a Comment for "Nilai Keimanan dalam cerita Pendek Dari Paris"