Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Nilai Budaya Taat Beribadah Kepada Tuhan

       Taat kepada Allah merupakan hal yang sudah semestinya dilakukan manusia selaku makhluk-Nya. Ketaatan itu merupakan kesediaan manusia melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Ketaatan itu disertai keiklasan hati.

     Nilai budaya ketaatan kepada Tuhan ini terdapat dalam cerita pendek Dari Paris karya Harris Effendi Thahar, cerita pendek Misteri Kota Ningi karya Seno Gumira Ajidarma.

     Salah satu tokoh dalam cerita pendek Dari Paris karya Harris Effendi Thahar, yang tampak jelas memiliki ketaatan beribadah kepada Tuhan adalah Pak Kasim. Sejak masih bertugas sebagai guru Sekolah Dasar (sambil berkebun pisang) hingga pensiun Pak Kasim tak melupakan ibadah. Dia seorang lelaki yang suka bekerja keras, berusaha menyekolahkan semua anaknta sampai semua naknya itu (yang berjumlah tiga orang, dua perempuan dan satu laki-laki) menjadi orang yang mandiri seperti yang mereka harapkan tetapi pak Kasim tidak melupakan kewajibannya terhadap Tuhan.

     Kelemahan fisik akibat usia yang semakin tua bagi Pak Kasim bukan hambatan, lebih-lebih alasan untuk meninggalkan ibadah. Ia sudah kurang pendengaran sehingga memakai alat bantu dengar, otot-otot tubuhnya pun sudah tidak prima tetapi dia masih merasa perlu mensyukuri nikmat Allah itu. Ia masih merasa beruntung masih dapat melihat, berpikir, dan terutama beribadat dengan baik. Perhatikan kutipan brikut.


     Soal pendengarannya itu amat menakutkannya.

Untung ia masih dapat melihat, berpikir

 dan beribadat dengan baik. Dan yang paling

penting, masih berperasaan. Artinya, ia masih

bisa mencurahkan perasaannya sewaktu menulis

surat kepada anak laki-lakinya Alwi (Dari Paris: 22)


Semakin tua usianya, Pak Kasim semakin menyadari dirinya selaku hamba Tuhan.

     Dalam cerita pendek Misteri Kota Ningi karya Seno Gumira Ajidarma, nilai ketaatan kepada Tuhan ini diungkapkan lewat aktifitas orang-orang yang tidak kelihatan. Pada mulanya pendduduk Kota Ningi adalah orang-orang seperti layaknya manusia biasa yang dapat dilihat dengan mata biasa tetapi orang-orang itu terus-menerus berkurang jumlahnya dari tahun ke tahun hinggga akhirnya penduduk Kota Ningi habis sama sekali.

     Di malam hari, sekelompok orang bertopeng sering mendatangi rumah mereka dan menculik mereka. Orang-orang yang diculik oleh orang-orang bertopeng itu biasanya tidak dapat kembali lagi ke keluarganya. Kalaupun kembali, mereka sudah tidak kelihatan wujudnya dan tidak dapat berbicara lagi. Orang-orang yang tidak kelihatan itu merupakan penduduk kota Ningi yang ditangkap, diinterogasi, dan dibunuh. Mereka hanya memiliki sisa gerak fisik tanpa kehadiran fisik itu sendiri.

     Nilai budaya ketaatan terhadap Tuhan itu diungkapkan juga lewat kehidupan seorang petugas sensus sederhana yang bertugas di Kota Ningi. Bagi petugas itu, saat-saat bertugas di kota Ningi merupakan saat-saat yang istimewa yang membangunkannya dari kantuk hidupnya yang panjang. Keajaiban-keajaiban yang dijumpainya selama bertugas di Kota Ningi telah membuatnya merenung tentang kehidupan yang fana dan abadi. Ia rajin beribadah meskipun akhirnya dia beribadah sendirian dan kesepian. Ia beribadah bersama orang-orang yang tidak kelihatan. Perhatikan kutipan berikut.


     PADA malam Natal itu, lonceng gereja

berkeloneng, dentangnya bergema ke seluruh

penjuru kota Ningi. Kudengar gema paduan suara

menyanyikan Malam Kudus dan di langit

kulihat bintang-bintang begitu terang.

Kehidupan manusia begitu fana --tapi bukankah

kita harus selalu percaya, ada sesuatu yang bernilai abadi dalam kehidupan ini? (Misteri Kota Ningi : 122).


     Penduduk kota tempat tinggal petugas sensus itu sudah habis sama sekali. Penduduk kota itu digantikan oleh penduduk yang tidak kelihatan tetapi memiliki aktivitas sebagaimana layaknya manusia biasa meskipun tidak berbicara. Keadaan yang sunyi mencekam itu tidak mengurangi semangat petugas sensus itu untuk beribadah, seperti terungkap lewat kutipan berikut.


Pada malam hari Natal, tinggal aku

            sendiri yang kelihatan di kota itu. Lonceng

           gereja berkeloneng,  dentangnya bergema ke seluruh

 kota. Kudengar gema paduan suara

menyanyikan Malam Kudus, dan di langit

kulihat bintang-bintang begitu terang. Aku

         merayakan Natal bersama orang-orang yang

        tidak kelihatan. (Misteri Kota Ningi: 128) 


Post a Comment for "Nilai Budaya Taat Beribadah Kepada Tuhan"